Kisah Perawat Meninggal Karena Corona Pengantin Baru Gugur dalam Tugas
Cerita Pilu Pengantin Baru Gugur dalam Tugas Sebagai Perawat Covid-19
Salah satunya kisah sedih perawat yang baru saja menikah namun harus kehilangan nyawa akibat terinfeksi virus corona. Hasrianti masih ingat betul betapa semangatnya sang suami, Khaerul Arham, dalam merawat pasien Covid-19.
Perempuan 29 tahun ini mengaku baru menikah dengan dengan Khaerul yang usianya lebih muda satu tahun darinya. Namun, mahligai cinta yang belum berusia satu tahun itu harus kandas karena Khaerul meninggal usai terinfeksi virus corona.
Mereka juga punya keinginan memiliki rumah di perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Maros. Namun impian tersebut tertunda hingga Khaerul meninggal dunia.
Hasrianti mengatakan dia bersama Khaerul sedianya tinggal di rumah baru pada bulan Mei lalu namun tertunda.
Rencana itu kemudian mundur jadi Oktober ini. Namun Khaerul meninggal dunia usai dirawat selama 26 hari karena positif Covid-19.
Menurut Hasrianti, almarhum suaminya tertular setelah bekerja sebagai perawat pasien Covid-19 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Hasrianti kemudian bercerita awalnya dia mengenal Khaerul. Katanya, dia kenal dari seorang teman yang masih sepupu almarhum.
Baginya, Khaerul adalah sosok yang sangat baik. Sejak menikah, Hasrianti tidak pernah mendengar suara bernada tinggi dari suaminya. Khaerul juga selalu menasihatinya dan sosok yang bertanggung jawab.
Hasrianti mengatakan dia dan almarhum hidup terpisah sejak mereka menikah. Itu karena Khaerul berdinas di Makassar, sedangkan dirinya jadi pegawai honorer di RSUD Sinjai, Kabupaten Sinjai.
Meski terpisah, namun tetap intens menjalin komunikasi dengan saling mengunjungi secara bergantian. Seiring berjalannya waktu, Hasrianti dan Khaerul berkeinginan punya rumah.
Tiga bulan setelah menikah, mereka beli rumah di Kecamatan Moncongloe, perbatasan Makassar-Kabupaten Maros. Setelah akad kredit, mereka seharusnya masuk rumah baru bulan Maret 2020.
Namun rencana itu tertunda karena Khaerul ditugaskan jadi tim perawat Covid-19, dan mengharuskannya menginap di Hotel Dalton yang dijadikan tempat tinggal para perawat pasien Covid-19. Setelah tugas tahap pertama selesai, Khaerul bersama rekan-rekannya menjalani masa karantina selama 14 hari di gedung Balai Besar Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Makassar, sebelum berinteraksi dengan dunia luar. Dia sudah menjalani pemeriksaan swab dan hasilnya negatif.
" Keluar dari karantina di Bapelkes bulan Juni, kami kembali mempersiapkan rumah. Sekalian kerjakan bagian dapur agar benar-benar siap huni nanti dan ruangan terasa lebih luas.
" Tepat saat bangunan dapur sudah selesai, bapak (Khaerul) kembali dapat tugas kedua jadi tim perawat dari Juli hingga Agustus. Itulah sebabnya kami agendakan ulang masuk rumah Oktober karena Agustus, masa tugasnya selesai disusul masa-masa karantina," jelas Hasrianti.
Khaerul kemudian menyelesaikan tugasnya di tahap kedua sebagai tim perawat Covid-19 di awal Agustus disusul masa karantina 10 hari lagi.
" Keluar dari masa karantina kedua di Bapelkes, bapak ke Kabupaten Sinjai menemui saya. Kali ini tidak jalani pemeriksaan swab tapi rapid test dan hasilnya nonreaktif.
" Saat itu, bapak mulai merasakan tidak enak badan sehingga tidak pernah keluar rumah selama lima hari di Sinjai. Sempat saya ajak ke rumah sakit untuk periksa, bapak bilang tidak usah. Nanti sekalian di Makassar. Dan saat itu bapak mulai menduga-duga jangan sampai tertular Covid,"
Setelah lima hari Sinjai, Hasrianti mendampingi suaminya ke Makassar karena mau periksa diri dan menginap di indekos seperti biasa.
Pagi harinya, suaminya kembali bertugas di lantai lima Pusat Jantung Terpadu (PJT) RSUP Wahidin Sudirohusodo, Makassar.
" Usai layani pasien, bapak lakukan tensi dan ternyata tinggi, mencapai 230. Lalu masuk UGD, 24 Agustus itu untuk menormalkan hipertensinya.Juga dilakukan cek laboratorium, ternyata ureum kretinin juga tinggi (masalah pada ginjal). Setelah lakukan pemeriksaan swab, bapak dipindahkan ke ruang perawatan PJT lantai 3,"
Rencananya, perawatan Khaerul dipindahkan ke ruang Palem yang khusus bagi perawat yang terpapar Covid-19. Namun karena Khaerul harus cuci darah maka dia dipindahkan ke ruang Infection Center (IC) yang memiliki peralatan cuci darah.
Kata Hasrianti, selama perawatan di ruang IC, Khaerul optimistis tidak lama lagi keluar dan kembali bertugas di PJT karena kondisi demamnya juga sudah lewat.
" Tapi setelah dua minggu dirawat, tiba-tiba kondisi bapak drop. Mulai sesak napas, batuk. Sebelum hilang kesadarannya, bapak sempat bicara lewat telepon bahwa mungkin umurnya sudah tidak lama tapi saya selalu kasih semangat,"
Selama Khaerul di rumah sakit, Hasrianti tidak pernah pulang ke Sinjai. Dia terus mendampingi suaminya untuk memenuhi kebutuhannya. Komunikasi dilakukan lewat HP.
Saat Hasrianti mendampingi Khaerul, suaminya itu masih sempat tersenyum bahkan tertawa. Tapi Hasrianti mulai panik saat Khaerul harus dipasangi ventilator.
" Malamnya atau Minggu malam, kesadaran bapak sudah hilang tapi sebelumnya masih sempat minta ke rekannya untuk dituntun salat taubat dan salat Isya. Dituntun tayamum. Empat hari tidak sadarkan diri, Jumat siang, 18 September, bapak meninggal dunia,"
Setelah kehilangan suami tercinta, kini Hasrianti tinggal sendiri di indekos di Makassar. Rencananya, dia akan berhenti kerja dari RSUD Sinjai.
Dia akan tinggal di rumah barunya kelak sembari cari peluang kerja di Makassar. Keputusan Hasrianti tinggal di rumah karena memenuhi pesan almarhum suaminya.
" Suami pernah berpesan, rumah itu untuk ditinggali,"
Sumber: Merdeka.com